Siapa Dia?
Jujur, untuk memulai tulisan ini saya cukup bingung. Mengapa? Karena banyak hal yang ingin saya ungkapkan namun terbentur oleh kata-kata yang mendadak berbenturan, berdesakan ingin keluar dari kepala. Pada intinya saya hanya ingin memulai tulisan (atau lebih tepatnya opini) yang terbentuk pada saat saya meihat di lingkungan sekitar saya. Dan saya hanya ingin jujur pada bangsa Indonesia dan jujur kepada diri saya sendiri.
Oke, walaupun saya tidak tinggal di daerah (maaf) Pondok Indah, namun pada akhir-akhir ini terdapat sebuah pertanyaan yang cukup mengganjal di dalam pikiran saya, pertanyaan-pertanyaan tersebut terpicu oleh adanya fenomena yang ada di kawasan yang cukup fenomenal di kawasan selatan Jakarta tersebut (mengapa fenomenal?bagaimana tidak, jika terdapat sebuah mall yang cukup besar yang seharusnya dapat difungsikan menjadi taman kota berada di lingkungan perumahan tersebut) terlepas dari itu, fenomena yang saya maksud adalah adanya dan semakin banyaknya patung patung yang ditaruh di tengah jalanan di sepanjang kompleks.
Sebenarnya hanya ada dua pertanyaan saja yang ada di benak saya, yang pertama apakah kawasan tersebut sudah beralih fungsi menjadi kawasan galeri seni? Atau yang kedua kawasan tersebut sudah kehabisan (atau tidak tahu) tokoh yang cukup hingga sangat penting (seperti pahlawan) yang ada di Indonesia? Alangkah ironisnya jika kawasan yang dapat dikatakan “kelas A” lebih menghargai sebuah karya seni (yang walaupun bagus) ketimbang para pahlawan mereka yang sudah berupaya keras merebut kawasan yang mereka tinggali dan bahkan mereka tiduri? Apakah mereka tidak pernah mendengar kalimat mantan presiden besar kita bahwa “bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai para pahlawannya”? sungguh ironis.
Yang membuat hal tersebut semakin menjadi ironis adalah terdapat sebuah sekolah dasar (bayangkan!sebuah sekolah dasar!) yang notabene harus lebih mengenal para pahlawannya ketimbang mengetahui karya seni yang belum saatnya mereka terima di saat mereka berumur seperti itu. Betapa indahnya jika patung-patung tersebut diganti oleh patung pahlawan Indonesia dan lalu para murid menjadi lebih mengenal dan menghargai bangsanya dan para pahlawannya ketimbang mengenal pahlawan dari bangsa ROMA, contohnya. Ayolah, kita hidup di Indonesia, bumi pertiwi yang pahlawannya menggunakan bambu runcing, celurit, parang serta tekad yang bulat untuk merebut bumi Indonesia dari tangan penjajah bukannya menggunakan pedang serta tameng! Kita adalah bangsa yang besar dan memiliki pahlawan yang lebih berarti untuk dihormati dan diteladani ketimbang karya seni yang lebih sulit untuk dimengerti maknanya.
Lewat tulisan ini saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, saya hanya ingin menyampaikan keluhan saya sebagai bangsa Indonesia yang ingin melihat warganya untuk lebih menghargai, menghormati serta mencintai bangsanya yang sedang terluka.
Untuk bangsa Indonesia tercinta, Respek! (dish)
4 comments:
wah ini topik yang selalu terngiang2 di kepala berhubung saya tiap pagi ke sekolah lewat disitu, sempet juga kepikiran kenapa nggk pahlawan aja? cool bgt nih tulisannya, di tunggu ya topik2 lainnya
kalo menurut gua dish, bikin patung2 itu useless bgt. apalagi dibawahnya dikasih note "sumbangan bapak bla bla bla" mending dananya di alokasikan buat sumbangan2 orang yg membutuhkan! bukan utk ngebangun patung2 bergaya yunani! ck ck ck what a waste
vita
Kata pacar gua, adanya patung-patung itu bikin PI kaya jaman jahiliyah aja, banyak berhala, hahaha.
Ya iyalah, gua jauh lebih setuju kalo duitnya disumbang buat pendidikan, bukan disumbang buat mamer kekayaan seperti itu. Btw, kayanya warga (yg majang nama di bawah patung itu) cuma nitip duit deh, patungnya tipikal gila...
Itu baru patung.. belum busway.. pi ada aja ya kontroversinya.. hehe.
Post a Comment