Sekapur Sirih

Banyak sekali keburukan-keburukan kita sebagai suatu bangsa yang berdaulat. Setelah sekian lama kita merdeka, namun rasanya kita malah terbelenggu oleh penjajahan-penjahan yang JUSTRU bersifat internal.

Kenapa jakarta terjadi banjir? Kenapa sampah menggunung? Kenapa sungai kita kotor? Kenapa masih saja pejabat kita korupsi? Kenapa orang kita terlihat seperti orang yang kurang beradab dan kurang disiplin? Kenapa?

Mengapa kesalahan-kesalahan tersebut tetap lestari dan bahkan cenderung terlihat dilestarikan? Kita sebagai generasi penerus bangsa, sudah seharusnya meluangkan waktu sejenak untuk memikirkan mengapa. Sudah sedemikian egois-nya kah Masyarakat kita? Mengapa bangsa ini banyak sekali skandalnya? Apakah bangsa kita terlalu banyak berpolitik? Sudah saatnya untuk kita mengembalikan nilai-nilai luhur kita sebagai manusia yang berbangsa dan bernegara.

Teman-teman mari kita satukan hati dan pikiran kita untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Tuesday, November 6, 2007

Mendidik Pendidikan

Satu pertanyaan, apakah arti pendidikan di Indonesia sudah bergeser maknanya? Apakah bersekolah di Indonesia hanya mengejar satu kata yakni kelulusan bukan pendidikan? Mengapa hal itu saya pertanyakan? Betapa tidak jika para pelajar di Indonesia masa depannya akan hancur berantakan lantaran dia tidak lulus ujian akhir nasional. Apakah orang pintar, cerdas, hingga jenius di Indonesia hanya diukur berdasarkan nilai pendidikannya di sekolah? Sekarang muncul satu pertanyaan lagi apakah dulu Einstein meraih nilai tertinggi di sekolahnya dulu? Tidak! Bahkan dia di cap idiot oleh para gurunya.

Di Indonesia seorang murid akan dianggap pintar oleh gurunya jika dia dapat menyelesaikan soal matematika di papan tulis sedangkan yang susah payah berorganisasi akan dicap biasa saja bahkan bandel oleh gurunya. Dan lalu muncul sebuah pertanyaan lagi, apakah melalui berorganisasi kita tidak dapat belajar? Tidak! Kita dapat langsung mempraktekan bagaimana cara mengatur uang, berbicara dengan orang lain hingga kepemimpinan kita dilatih secara nyata. Apakah itu salah?

Anak Indonesia tidak akan cerdas hingga jenius jika gambar yang diajarkan di tingkat dasar masih saja melulu soal pemandangan. Mereka selalu dikekang oleh para guru untuk selalu lurus, namun apakah yang lurus itu berarti pintar? Terkadang kita juga harus berbelok ketika kita menemui sebuah jalan yang buntu, atau bahkan berbalik arah. Disini saya tidak ingin menyalahkan siapa siapa terlebih para guru, saya hanya ingin menghimbau agar baik itu guru maupun orang tua lebih memperhatikan potensi anak dibandingkan hal lainnya seperti bagaimana nilai si anak. Apakah anak yang cenderung berbakat menjadi atlet atau musisi lalu tidak memiliki masa depan? Apakah masa depan itu selalu dimiliki oleh seorang dokter? Dan apakah masa depan yang cerah itu yang menentukan adalah orang tua ataupun para guru? lalu dari mana si anak akan dapat memegang masa depannya yang cerah jika ternyata bakat dan potensinya tidak ke arah apa yang diinginkan oleh orang orang yang selalu merasa tahu akan masa depan seseorang?

Jadi marilah kita telaah lagi, orang sukses itu tidak diukur berdasarkan materi yang Ia miliki namun sukses diukur melalui tingkat seberapa orang tersebut mampu mengoptimalkan apa yang ia miliki, bagaimana ia dapat memandang semua hal dari segala sisi, serta tidak takut untuk terus belajar serta jujur dan yakin pada apa yang menurutnya benar.

Jadi kesuksesan seseorang tidak selalu diukur atas kesuksesannya lulus UAN ataupun masuk ke universitas yang bergengsi atau bahkan menjadi dokter sekalipun!

Kesimpulannya marilah kita luruskan paradigma yang ada sekarang dengan pembuktia bahwa menuntut ilmu dan menjadi jenius tidak melulu harus melalui sekolah. Karena ilmu itu ada dimana saja hingga di ruang hampa sekalipun! Respek! (dish).

No comments: